Apa Syarat Diterimanya Amal ?
Sebelum anda melangkah satu langkah –wahai saudaraku muslim- hendaklah anda mengetahui jalan untuk merengkuh keselamatanmu. Janganlah anda memberati diri dengan amalan-amalan yang banyak,. Karena, alangkah banyak orang yang memperbanyak amalan, namun hal itu tidak memberikan manfaat kepadanya kecuali rasa capai dan keletihan semata di dunia dan siksaan di akhirat.
Contoh dalam masalah ini adalah sabda Nabi ﷺ:
رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ
“Alangkah banyak orang yang berpuasa, namun ia tidak mendapatkan bagian dari puasanya kecuali lapar. dan alangkah banyak orang yang shalat malam, namun ia tidak mendapatkan bagian dari shalat malamnya kecuali begadang” (HR Ibnu Majah, dari Abu Hurairah رضي الله عنه, dan dishahihkan oleh guru kami Syaikh Al-Albani dalam Shahihul-Jami, no. 3482)
Maka, sebelum memulai semua amalan, hendaklah anda mengetahui syarat diterimanya amal. Yaitu harus terpenuhi dua perkara penting pada setiap amalan. Jika salah satu tidak tercapai, akibatnya amalan seseorang tidak ada harapan untuk diterima.
Pertama: Ikhlas karena Alloh ﷻ.
Kedua: Amalan itu telah diperintahkan Alloh ﷻ dalam Al-Qur’an, atau dijelaskan oleh Rosul-Nya ﷺ dan sunnahnya, dan mengikuti Rosululloh dalam pelaksanaannya.
Jika salah satu dari dua syarat ini rusak, perbuatan yang baik tidak masuk kategori amal shalih dan tidak akan diterima oleh Alloh ﷻ.
Pernyataan ini ditunjukkan oleh firman Alloh ﷻ:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabb-nya” (QS. Al-Kahfi/18 : 110)
Dalam ayat ini, Alloh ﷻ memerintahkan agar amal yang dikerjakan ialah amalan shalih, yaitu amal perbuatan yang sesuai dengan aturan syari’at. Selanjutnya, Alloh ﷻ memerintahkan orang yang menjalankannya supaya mengikhlaskan amalan itu kepada Alloh ﷻ semata, tidak mencari pahala atau pamrih dari selain-Nya dengan amalan itu.
Al-Hafiz Ibnu Katsir رحمه الله berkata dalam tafsirnya ; “Dua perkara ini merupakan rukun diterimanya suatu amalan. Yaitu, amalan itu harus murni untuk Alloh ﷻ dan benar sesuai dengan petunjuk Rosululloh ﷺ. Keterangan serupa juga diriwayatkan Al-Qadhi Iyadh رحمه الله dan lainnya” (Tafsir surah Al-Kahfi).
{Referensi : Waspadalah Terhadap Perangkap Riya', Disadur dari Kitab Al-Ikhlas, Syaih Husain bin Audah Al-Awaisyah, Maktabah Islamiyyah, cetakan VII, Tahun 1413H-1992M halaman 9-10, Sumber: almanhaj.or.id/ yang menyalinnya dari Majalah As-Sunnah, Ed. 01_Thn.XII_1429H/2008M}
0 komentar :
Posting Komentar