JANGAN MENJADI MUSLIM YANG MUSIMAN

JANGAN MENJADI MUSLIM YANG MUSIMAN
Abu Lailah, S.Pd.I

Bulan yang penuh dengan Rahmat, Ampunan dan dijauhkannya seorang hamba dari api neraka telah berlalu.

Oleh karena itu, hendaknya diri kita masing-masing membuka pintu muhasabah terhadap diri kita.

Amalan apakah yang kita kerjakan di bulan tersebut?

Apakah faedah dan buah yang telah kita petik pada bulan Ramadhan tersebut?

Apakah pengaruh bulan Ramadhan tersebut terhadap jiwa, akhlak dan perilaku kita?

Maka berharaplah selalu kepada Alloh agar amalan kita selama ramadhan diterima disisi-Nya, berharaplah agar kita menjadi insan yang bertakwa.


Alloh عزّوجلّ  berfirman:



إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّـهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ


Sesungguhnya Alloh hanya menerima  dari orang-orang yang bertaqwa. (QS. al-Maidah: 27).

IBADAH MUSIMAN

Asy Syibliy pernah ditanya, ”Bulan manakah yang lebih utama, Rajab ataukah Sya’ban?”

Beliau pun menjawab, ”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Sya’baniyyin.”

Maksudnya adalah jadilah hamba Rabbaniy yang rajin ibadah di setiap bulan, sepanjang tahun dan jangan hanya beribadah pada bulan Sya’ban saja.

Kami kami juga dapat mengatakan, ”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Romadhoniyyin.”

Maksudnya, beribadahlah secara kontinyu (ajeg) sepanjang tahun dan jangan hanya beribadah pada bulan Ramadhan saja.

{Referensi: Latho-if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 396-400, Daar Ibnu Katsir, cetakan kelima, 1420 H [Tahqiq: Yasin Muhammad As Sawaas]}

Sebagian orang bijak mengatakan,

مِنْ ثَوَابِ الْحَسَنَةِ اَلْحَسَنَةُ بَعْدَهَا وَمِنْ عُقُوْبَةِ السَّيِّئَةِ اَلسَّيِّئَةُ بَعْدَهَا

“Diantara balasan bagi amalan kebaikan adalah amalan kebaikan yang ada sesudahnya. Sedangkan hukuman bagi amalan yang buruk adalah amalan buruk yang ada sesudahnya.” (Al Fawaa-id hal. 35).

”Oleh karena itu barangsiapa mengerjakan kebaikan kemudian melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas terkabulnya amal pertama.

Demikian pula sebaliknya, jika seorang melakukan suatu kebaikan lalu diikuti dengan amalan yang buruk maka hal itu merupakan tanda tertolaknya amal yang pertama.” (Lathaaiful Ma’arif hal. 244).

Lanjutkan shoummu dengan shoum Syawwal

Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam banyak hadits, di antaranya hadits Abu Ayyub dan Tsauban berikut:

عَنْ أبِي أَيُّوْبَ رضي الله عنه اْلأَنْصَارِيِّ  أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَ أَتبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَهْرِ

Dari Abu Ayyub al-Anshari رضي الله عنه  bahwasanya Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari bulan Syawwal, maka dia seperti berpuasa satu tahun penuh.” (HR. Muslim 1164)

عَنْ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُوْلِ اللهِ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ: مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَنَّةِ. مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشَرُ أَمْثَالِهَا

Dari Tsauban, maula Rosululloh رضي الله عنه, bahwasanya beliau صلى الله عليه وسلم bersabda, “Barangsiapa berpuasa enam hari setelah hari raya Idul Fithri, maka seperti telah berpuasa setahun penuh. Barangsiapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh lipatnya.” (HR. Ibnu Majah 1715, ad-Darimi 1762)

Ramadhan mendidik seorang hamba mempunyai sikap Khosyyatulloh.

TUJUAN UTAMA RAMADHAN

Sebagaimana Alloh berfirman: (QS. Al-Baqarah: 183)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

MAKNA TAQWA

Ali bin Abi Thalib berkata:

الْخَوْفُ مِنَ الْجَلِيْلِ ,وَالْعَمَلُ بِالتَّنْزِيْلِ ,وَاْلإِسْتِعْدَادُ لِيَوْمِ الرَّحِيْلِ ,وَالرِّضَا بِالْقَلِيْلِ

Takut kepada Alloh yang Maha Mulia, mengamalkan apa yang termuat dalam at tanzil (Al-Qur’an), Mempersiapkan diri untuk hari meninggalkan dunia Dan ridha (puas) dengan hidup seadanya (sedikit).

Oleh karena itu janganlah kita takut kepada Alloh hanya di bulan Ramadhan saja.

Dari Abu Dzar ia berkata, Rosululloh pernah bersabda kepadaku:

اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

Bertakwalah kamu kepada Alloh dimana saja kamu berada dan ikutilah setiap keburukan dengan kebaikan yang dapat menghapuskannya, serta pergauilah manusia dengan akhlak yang baik.  (HR. Tirmidzi: 1987: Hasan)

Ketahuilah baik-baik bahwa tingkatan keimanan yang paling tinggi adalah Al Ihsan.

Sebagaimana Beliau memberitahukan kepada kita melalui sabdanya:


MAKNA IHSAN

الْإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

"Ihsaan adalah engkau beribadah kepada Alloh seakan-akan engkau melihat-Nya. Namun apabila engkau tidak mampu melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihatmu" (HR. Bukhari: 50)

Kenapa Ihsan merupakan tingkatan iman yang paling tinggi ? Karena merasa selalu diawasi oleh Alloh .
 


0 komentar :

Posting Komentar