PERKARA YANG DISANGKA RIYA' DAN SYIRIK, PADAHAL BUKAN !



1. Pujian Manusia Untuk Seseorang Terhadap Perbuatan Baiknya

عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَأَيْتَ الرَّجُلَ يَعْمَلُ الْعَمَلَ مِنْ الْخَيْرِ وَيَحْمَدُهُ النَّاسُ عَلَيْهِ قَالَ تِلْكَ عَاجِلُ بُشْرَى الْمُؤْمِنِ

Dari Abu Dzar, dia berkata: Ditanyakan kepada Rosululloh ﷺ : “Beritakan kepadaku tentang seseorang yang melakukan amalan kebaikan dan orang-orang memujinya padanya!” Beliau bersabda: “itu adalah kabar gembira yang segera bagi seorang mukmin” (HR. Muslim, no. 2642, Pent)

2. Giatnya Seorang Hamba Melakukan Ibadah Pada Saat Dilihat Oleh Orang-Orang yang Beribadah

Al-Maqdisi رحمه الله berkata: Terkadang seseorang bermalam bersama orang-orang yang melaksanakan shalat tahajjud, lalu mereka semua melakukan shalat di sebahagian besar waktu malamnya, sedangkan kebiasaan orang itu melakukan shalat malam satu jam, sehingga ia pun menyesuaikan dengan mereka. Atau mereka berpuasa, lalu ia pun berpuasa. Seandainya bukan karena orang-orang itu, semangat tersebut tidak muncul.

Mungkin ada seseorang yang menyangka bahwa (perbuatan) itu merupakan riya’, padahal tidak mutlak demikian. Bahkan padanya terdapat perincian, bahwasanya setiap mukmin menyukai beribadah kepada Alloh ﷻ , tetapi terkadang banyak kendala yang menghalanginya. dan kelalaian telah menyeretnya, sehingga dengan menyaksikan orang lain itu, maka kemungkinan menjadi faktor yang menyebabkan hilangnya kelalaian tersebut, kemudian ia dapat menguji urusannya itu, dengan cara menggambarkan orang-orang lain itu berada di suatu tempat yang dia dapat melihat mereka, namun mereka tidak dapat melihatnya. Jika dia melihat jiwanya ringan melakukan ibadah, maka itu untuk Alloh. Jika jiwanya merasa berat, maka keringanan jiwanya di hadapan orang banyak itu merupakan riya’. Bandingkan (perkara lainnya) dengan ini”1

Aku katakan :

Kemalasan seseorang ketika sendirian datang masuk dalam konteks sabda Nabi ﷺ :

فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ الْقَاصِيَةَ

“Sesungguhnya srigala itu hanyalah memakan kambing yang menyendiri,

sedangkan semangatnya masuk ke dalam bab melaksanakan sabda beliau ﷺ :

عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ

“Hendaklah kamu menetapi jama’ah”.2

3. Membaguskan dan Memperindah Pakaian, Sandal dan Semacamnya

Di dalam Shahih Muslim, dari Abdullah bin Mas’ud رضي الله عنه , dari Nabi ﷺ ,beliau bersabda.

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

”Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan seberat biji sawi”. Seorang laki-laki bertanya: “Ada seseorang suka bajunya bagus dan sandalnya bagus (apakah termasuk kesombongan?)”. Beliau menjawab: “Sesungguhnya Alloh Maha Indah dan menyukai keindahan, kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia” (HR. Muslim no. 2749, Pent)

4. Tidak Menceritakan Dosa-Dosanya dan Menyembunyikan

Ini merupakan kewajiban menurut syari’at atas setiap muslim, tidak boleh menceritakan kemaksiatan-kemaksiatan berdasarkan sabda Nabi ﷺ :

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ وَإِنَّ مِنْ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ يَا فُلَانُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ

“Semua umatku akan diampuni (atau: tidak boleh dighibah) kecuali orang yang melakukan kemaksiatan dengan terang-terangan. dan sesungguhnya termasuk melakukan kemaksiatan dengan terang-terangan, yaitu seseorang yang melakukan perbuatan (kemaksiatan) pada waktu malam dan Alloh telah menutupinya (yakni, tidak ada orang yang mengetahuinya, Pent), lalu ketika pagi dia mengatakan : “Hai Fulan, kemarin aku melakukan ini dan itu”, padahal pada waktu malam Alloh telah menutupinya, namun ketika masuk waktu pagi dia membuka tirai Alloh terhadapnya” (HR. Al-Bukhari, no. 6069, Muslim no. 2990, Pent)

Menceritakan dosa-dosa memiliki banyak kerusakan, (dan) bukan di sini perinciannya. Di antaranya, mendorong seseorang untuk berbuat maksiat di tengah-tengah hamba dan menyepelekan perintah-perintah Alloh ﷻ . Barangsiapa menyangka bahwa menyembunyikan dosa-dosa merupakan riya’ dan menceritakan dosa-dosa merupakan keikhlasan, maka orang itu telah dirancukan oleh setan. Kita berlindung kepada Alloh Azza wa Jalla darinya.

5. Seorang Hamba yang Meraih Ketenaran Dengan Tanpa Mencarinya

Al-Maqdisi berkata: “yang tercela, ialah seseorang mencari ketenaran. Adapaun adanya ketenaran dari sisi Alloh ﷻ  tanpa usaha menusia untuk mencarinya, maka demikian itu tidak tercela. Namun adanya ketenaran itu merupakan cobaan bagi orang-orang yang lemah (imannya, Pent)”3

Demikian, beberapa penjelasan berkaitan dengan riya’. Semoga Alloh Azza wa Jalla menjauhkan kita semua dari sifat buruk ini, baik dalam perkataan maupun perbuatan, serta semoga menjadikan kita termasuk orang-orang yang ikhlas dalam beramal.

Washallallahu ‘ala nabiyyna Muhammad wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.
____________________
1.  Mukhtashar Minhajul Qashidin, halaman 234
2.  Nash haditsnya ialah : “Tidaklah tiga orang tinggal di sebuah desa atau padang pasir, shalat (jama’ah) tidak ditegakkan pada diri mereka kecuali mereka akan dikuasai oleh setan. Maka hendaklah kamu menetapi jama’ah, karena sesungguhnya srigala itu hanyalah memakan kambing yang menyendiri” (HR. Abu Dawud, dihasankan Syaikh Al-Albani, Pent)
3.  Mukhtashar Minhajul Qashidin, halaman 218

{Referensi : Waspadalah Terhadap Perangkap Riya', Disadur dari Kitab Al-Ikhlas, Syaih Husain bin Audah Al-Awaisyah, Maktabah Islamiyyah, cetakan VII, Tahun 1413H-1992M halaman 9-10, Sumber: almanhaj.or.id/ yang menyalinnya dari Majalah As-Sunnah, Ed. 01_Thn.XII_1429H/2008M}

0 komentar :

Posting Komentar