NIAT dan IKHLAS




Oleh: DR. Rasyid bin Husain Abdul Karim

Di antara surat-surat yang sering hadir di telinga kita dan menjadi dalil dalam pembahasan Ikhlas dan Niat adalah firman Alloh ﷻ dalam surat Hud:

“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan”. (QS. Hud: 15)

“Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. Hud: 16)

Selain dari ayat, banyak hadits juga yang menyebutkan tentang Ikhlas dan Niat. Di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab رضي الله عنه, ia berkata, “Aku mendengar 

Rosululloh ﷺ bersabda:

 “Sesungguhnya segala amalan itu tergantung dengan niatnya, dan bagi setiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang telah diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Alloh dan RosulNya, maka hijrahnya kepada Alloh dan RosulNya, dan barangsiapa yang hijrahnya untuk dunia yang ingin ia peroleh atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya akan memperoleh apa yang diinginkan.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Sehubungan dengan tema ini juga, Abu Hurairah رضي الله عنه juga meriwayatkan dalam hadits yang panjang ia berkata, “Aku mendengar Rosululloh ﷺ bersabda: 

 “Manusia yang pertama kali diadili pada Hari Kiamat ialah seseorang yang mati syahid, lalu ia didatangkan dan diberitahukan kepadanya kenikmatan sehingga ia pun mengetahuinya. Lalu Alloh bertanya, ‘Apa yang telah kamu lakukan di dunia ?’ Ia menjawab, ‘Aku berperang karena Engkau hingga aku mati syahid.’ Alloh berfirman, ‘Kamu berdusta, tapi kamu berperang agar disebut sebagai orang yang berani, dan kamu telah disebut sebagai pemberani.’ Maka diperintahkanlah agar ia diseret di atas wajahnya dan dilemparkan ke dalam neraka.

Kemudian seseorang yang mempelajari ilmu dan mengajarkannya, juga membaca Al-Qur’an. Didatangkanlah ia dan diberitahukan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya. Alloh bertanya, ‘Apa yang telah kamu perbuat di dunia ?’ Ia menjawab, ‘Aku telah mempelajari ilmu dan mengajarkannya, juga membaca Al-Qur’an karena Engkau.’ Alloh berfirman, ‘Kamu berdusta, tapi kamu mempelajari ilmu agar disebut sebagai alim serta membaca Al-Qur’an agar disebut sebagai seorang qari’ dan kamu telah disebut seoerti itu. Maka diperintahkanlah agar ia diseret di atas wajahnya dan dilemparkan ke dalam neraka.

Kemudian seseorang yang diluaskan rezekinya oleh Alloh, dan Dia memberinya dari beragam jenis harta, lalu didatangkan dan diberitahukan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya. Alloh bertanya, ‘Apa yang telah kamu perbuat dengannya di dunia ?’ Ia menjawab, ‘Aku tidak meninggalkan satu jalan pun yang Engkau senang jika didalamnya diinfakkan harta, melainkan aku infakkan (harta bendaku) di jalanMu.’ Alloh berfirman, ‘Kamu berdusta, tapi kamu melakukan hal itu agar kamu disebut orang yang dermawan, dan kamu telah disebut seperti itu.’ Maka diperintahkanlah agar ia diseret di atas wajahnya dan dilemparkan ke dalam neraka. (HR. Muslim)

Dari dalil-dalil di atas, kita tahu bahwa niat merupakan pondasi amalan. Amalan manusia akan diterima atau ditolak sesuai dengan niat pelakunya. Barangsiapa melakukan suatu amalan dengan mengikhlaskan untuk Alloh semata dan ingin mendapatkan pahala di akhirat, serta amalannya sesuai dengan tuntunan maka ia diterima.

Namun barangsiapa meniatkannya untuk selain Alloh, atau tidak mengikhlaskan amalannya untuk Alloh, dengan menyekutukan Alloh dengan selainNya, maka amalannya itu tertolak dan menjadi malapetaka bagi pelakunya.

Sebagai kesimpulan, dari dalil-dalil di atas dan penjelasan singkat ini dapat kita ambil beberapa poin penting, di antaranya:

1. Salah satu syarat beramal adalah ikhlas, yaitu hanya memaksudkannya untuk wajah Alloh.

2. Pentingnya keikhlasan, karena amalan tanpa keikhlasan akan menjadi malapetaka bagi pelakunya.

3. Bagusnya suatu amalan tidak menjadi jaminan diterimanya amal.

4. Wajibnya membenarkan niat dalam setiap amalan dan bersungguh-sungguh melakukannya.

[Referensi: Ad-Duruusul Yaumiyah]

0 komentar :

Posting Komentar